Banta Seudang - Cerita Rakyat Aceh

 "Pada zaman dahulu, tersebutlah seorang raja yang memimpin wilayah Aceh. Sang Raja memimpin negeri dengan adil dan bijaksana. Ia didampingi oleh permaisuri yang cantik jelita dan berhati mulia. Sang Raja dan Permaisuri hidup berbahagia.

banta seudang


Apalagi Permaisuri sedang mengandung anak pertama mereka. Setelah sembilan bulan, sang Permaisuri melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan. Betapa bahagianya sang Raja. Calon penggantinya kelak telah lahir. Bayi tersebut kemudian dinamakan Banta Seudang.

Namun, malang nasib bagi sang Raja, karena ia tidak bisa melihat wajah tampan putranya. Kedua matanya buta terkena ranting kayu saat berburu di hutan. Sejak saat itu, ia tidak dapat melaksanakan tugas-tugas kerajaan lagi.

Oleh karena Banta Seudang masih bayi, maka tahta kerajaan ia serahkan untuk sementara kepada adik kandungnya. Namun, sang Adik yang baru diangkat menjadi raja itu sangat licik dan serakah.Ia sengaja mengasingkan keluarga Raja agar ia dapat selamanya berkuasa.

Setiap hari, adik Raja mengirimkan satu tabung bambu beras bersama ikan dan sayuran sebagai jatah makan untuk keluarga itu. Kehidupan Raja dan keluarganya yang dulu berkecukupan berubah menjadi kekurangan.

Mereka harus bergantung kepada pemberian adik Raja. Kadang-kadang, adik Raja tak mengirimkan jatah sama sekali sehingga keluarga Raja kelaparan. Namun demikian, sang Raja dan Permaisuri tetap bersabar. Mereka yakin, siapa yang berbuat jahat, suatu saat akan menerima hukumannya.

Waktu terus berlalu.Waktu terus berjalan. Banta Seudang tumbuh menjadi remaja yang tampan. Ia pun mulai bertanya-tanya kepada ibunya tentang siapa yang memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, padahal ayahnya buta.

Maaf, Ibu! Bolehkah aku bertanya sesuatu kepada Ibu, kata Banta.

Ada apa, Anakku? Katakanlah! seru sang Ibu.

Dari mana kita mendapat makanan setiap hari, padahal Ayah tidak pernah bekerja? tanya Banta ingin tahu.

Ketahuilah, Anakku! Kebutuhan hidup sehari-hari kita dibantu oleh Pakcikmu yang kini menjadi Raja, jawab ibunya.

Pakcik baik hati sekali ya Bu, kata Banta.

Iya, Anakku! jawab sang Ibu sambil tersenyum seraya membelai-belai rambut si Banta.

Pada suatu hari, sang Ibu bersama Banta Seudang pergi menghadap sang Raja. Di hadapan Raja, sang Ibu memohon kepada Raja untuk membantu Banta Seudang agar bisa bersekolah. Namun, permohonan sang Ibu ditolak oleh sang Raja.

Dasar kalian tidak tahu diri! Dikasih sedepa minta sejengkal pula. Bukankah semua kebutuhan hidup sehari-hari kalian telah aku penuhi! bentak sang Raja.

Alangkah sedihnya hati sang Ibu mendengar bentakan itu. Ia pun mengajak Banta kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, Banta Seudang berusaha menenangkan hati ibunya.

Sudahlah, Bu! Ibu tidak usah bersedih begitu. Kita seharusnya bersyukur karena Pakcik sudah banyak membantu kita, bujuk si Banta.

Banta! Kamu memang Anakku yang baik. Tapi, kamu harus sekolah seperti teman-teman sebayamu, kata sang Ibu.

Mendengar perkataan itu, si Banta tiba-tiba berpikir bahwa apa yang dikatakan ibunya itu benar. Maka timbullah pikirannya untuk mencari obat mata untuk ayahnya. Jika kelak ayahnya bisa melihat lagi, tentu sang Ayah bisa mencari nafkah sendiri dan dapat membantu biaya sekolahnya.

Pada suatu hari, Banta Seudang menyampaikan niatnya kepada ibunya.

Bu, Banta ingin pergi mencari obat mata untuk Ayah agar dapat kembali bekerja seperti biasanya dan Banta pun bisa sekolah, ungkap Banta Seudang.

Singkat cerita, Banta Seudang sampai di sebuah hutan. Ia shalat dan menjadi makmum seorang Wali. Selesai shalat, Banta Seudang bercerita kepada wali, bahwa ia ingin mencari obat bagi ayahnya yang buta. Wali itu menyarankan untuk mengambil bunga bangkawali yang terdapat di sebuah kolam sebagai obat bagi ayah Banta.

Maka berjalanlah Banta menuju hutan yang dimaksud oleh wali itu. Rupanya di tengah hutan itu terdapat sebuah taman yang indah dengan sebuah kolam berair jernih dan sebuah gubuk sederhana. Di dalam gubuk itu tinggal Mak Toyo, penjaga taman itu.

Sebenarnya, taman itu milik seorang raja yang tinggal amat jauh dari hutan itu. Sang Raja memiliki tujuh putri yang semuanya berparas cantik. Konon, setiap putri itu memiliki baju ajaib. Bila baju itu dikenakan maka orang yang memakainya dapat terbang seperti burung.

Banta kemudian tinggal bersama Mak Toyo. Setiap hari ia merawat taman itu. Suatu Jumat, tujuh putri Raja mandi di kolam. Banta amat terpesona dengan kecantikan mereka. Saat mereka beristirahat, Mak Toyo turun ke kolam, kemudian menepuk air tiga kali. Tiba-tiba muncul bunga bangkawali.

Mak, bolehkah bunga bangkawali itu kuminta untuk obat ayahku? pinta Banta.

Mak Toyo memberikannya. Betapa senang hati Banta. Ia ingin segera pulang. Namun sebelumnya, ia ingin menikahi salah satu putri Raja. Maka Banta menunda kepulangannya.

Hari Jumat berikutnya, ketujuh putri Raja itu kembali mandi di kolam. Saat mereka mandi itulah, diam-diam Banta mencuri salah satu baju terbang mereka yang tergeletak di atas batu. Saat ketujuh putri itu ingin pulang, mereka kebingungan karena baju terbang si Bungsu hilang sehingga tak bisa pulang. Terpaksa si Bungsu tinggal bersama Mak Toyo.

Setelah beberapa lama tinggal di rumah Mak Toyo, si Bungsu jatuh cinta pada Banta yang baik hati itu. Demikian pula Banta. Keduanya kemudian menikah. Beberapa hari setelah pernikahan, Banta mengajak si Bungsu dan Mak Toyo menemui orangtuanya. Tak lupa, bunga bangkawali ia bawa serta.

Kedatangan Banta disambut gembira oleh Raja dan Permaisuri. Banta segera mengambil semangkuk air. Bunga bangkawali ia rendam di dalamnya, kemudian airnya dikompreskan ke wajah sang Ayah. Tak lama kemudian, ayahnya dapat melihat kembali.

Keesokan harinya, ayah Banta datang ke istana menemui adiknya. Melihat kedatangan kakaknya yang tidak buta lagi, sang Adik amat gugup. Ia juga merasa bersalah karena telah menelantarkan kakak beserta keluarganya itu.

Maafkan saya, Bang. Selama ini saya telah menelantarkan keluarga Abang. Sekarang saya serahkan kembali tahta Abang, kata sang Adik.

Ayah Banta pun kembali menjadi raja. Banta hidup berbahagia bersama ayah ibu beserta istrinya dan Mak Toyo. Beberapa waktu kemudian Banta dilantik menjadi raja menggantikan ayahnya. Ia memimpin negeri dengan adil dan bijaksana.

Post a Comment for "Banta Seudang - Cerita Rakyat Aceh"